Wakaf Amal Jariyah untuk Mempersiapkan Kepulangan Terbaik padaNya

Artikel


  Rabu, 11-08-2021



Wakaf berasal dari Bahasa Arab yaitu Waqafa. Asal katanya adalah Wakafa yang berarti menahan, berhenti, diam di tempat, atau tetap berdiri. Wakaf adalah menghentikan kepemilikan harta dan benda yang dimiliki oleh seseorang dan diserahkan kepada perorangan atau lembaga untuk kemaslahatan umat. Wakaf sangat berperan dalam pembangunan peradaban Islam.

Sejarah mencatat wakaf pertama dilakukan oleh Umar Bin Khaththab. Saat itu Umar Bin Khaththab mendapatkan tanah di daerah Khaibar Kemudian beliau bertanya kepada Rasulullah seperti yang dijelaskan dalam hadits berikut :

Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra bahwa Umar Bin Khaththab memperoleh tanah (kebun) di Khaibar lalu ia datang kepada Nabi SAW seraya berkata, “Wahai Rasulullah aku memperoleh tanah yang belum pernah aku peroleh harta yang lebih baik bagiku melebihi tanah tersebut, maka apa yang engkau perintahkan kepadaku mengenainya?” Nabi SAW menjawab, ”Bila kamu suka Kamu tahan pokoknya dan kamu sedekahkan hasilnya.” Ibnu Umar berkata, “Maka Umar menyedekahkan tanah tersebut dengan syarat bahwa tanah itu tidak dijual, tidak dihibahkan dan tidak diwariskan yaitu kepada orang-orang fakir, kerabat, hamba sahaya, sabilillah (orang yang berjuang di jalan Allah), tamu dan ibnu sabil (orang yang sedang dalam perjalanan dan tidak memiliki biaya untuk pulang). Tidak berdosa bagi orang yang mengelola untuk memakan dari (hasil) tanah itu secara wajar atau memberi makan seorang teman dengan tanpa menjadikannya sebagai harta hak milik."

Hadits di atas merupakan hadits populer dalam bahasan wakaf. Berdasarkan hadits tersebut, harta wakaf harus dikelola dengan baik sehingga hasil pengelolaannya dapat dibagikan untuk kepentingan umat. Hasil tersebut dapat bermanfaat untuk berbagai bidang seperti pendidikan, kesehatan, juga ekonomi sehingga terbentuk umat yang mandiri. Konsep wakaf ini akan terus-menerus mengalir manfaatnya meski generasi yang berwakaf tersebut telah meninggalkan dunia.

Jika saja Allah menunda kematian seseorang dan memperpanjang waktunya di dunia, maka orang yang telah meninggal dunia akan memilih untuk bersedekah agar tergolong ke dalam orang-orang yang saleh seperti yang difirmankan Allah berikut ini :

“Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang diantara kamu, lalu ia berkata (menyesali), “Ya Tuhanku sekiranya Engkau berkenan menunda  (kematian)ku sedikit waktu lagi maka aku dapat bersedekah dan aku akan termasuk orang-orang yang saleh (QS. Al Munafiqun : 10).

Kematian dapat terjadi kapan saja, tidak memandang orang, waktu dan tempat. Maka mempersiapkan kematian terbaik dengan bersedekah adalah hal yang harus digemari oleh umat muslim selama hidup di dunia. Salah satu bagian dari sedekah adalah berwakaf. Kemudian mengapa harus wakaf?

Wakaf merupakan syariat Islam yang pahalanya terus mengalir (amal jariyah) meski orang yang berwakaf telah meninggal dunia. Para ulama menyebutkan bahwa amal jariyah sebagai wakaf. Salah satu ulama tersebut adalah Ibnu Hajar Al Asqolani dalam kitab Bulughul Marom. Beliau membawakan hadits berikut ketika membahas tentang wakaf :

Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan atau do’a anak yang saleh” (HR. Muslim no. 1631).

Wakaf adalah representasi salah satu nilai kemanusiaan yaitu tolong-menolong. Wakaf memiliki potensi yang lebih besar dibandingkan dengan zakat, infak ataupun sedekah lainnya. Jika pada zakat dibatasi penyalurannya hanya untuk 8 golongan juga pada infak dan sedekah yang nilainya dapat habis. Namun pada wakaf potensi untuk terus menumbuhkan manfaat akan terus mengalir tidak dibatasi oleh golongan penerima manfaat juga hasil pengelolaan harta dan benda yang akan terus mengalir tiada akhir.

Sejarah juga mencatat bagaimana para sahabat dan orang-orang terdahulu mewakafkan hartanya. Abu Thalhah mewakafkan kebunnya yang bernama Bairuha, Abu Bakar mewakafkan sebidang tanahnya di Mekkah yang diperuntukkan keturunannya, Muaz bin Jabal mewakafkan rumahnya bahkan Ali Bin Ali Thalib juga berwakaf, ia mewakafkan tanahnya yang subur. Adapun dalam dunia pendidikan, nama Fatimah Al Firli termasyhur sebagai Muslimah yang mendirikan universitas pertama di dunia bernama Al Qarawiyyin dan mewakafkannya. Umat muslim telah mencatat sejarah kemandirian dan tolong menolong yang indah.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka wakaf adalah amal jariyah yang harus diupayakan oleh setiap muslim. Sebab para sahabat nabi dan orang-orang terdahulu telah memberikan teladan dalam pengamalan dan penegakan syariat Islam ini. Setiap harta dan benda yang diwakafkan memiliki potensi besar yang hasil pemanfaatannya akan dirasakan banyak orang meski orang yang berwakaf telah meninggal dunia. Maka sudah kah kita berwakaf untuk bekal terbaik kita untuk pulang pada-Nya?